Basket Wawancara dan Cerita Pemain

Jeremy Lin Pensiun: Akhir Era Linsanity di Dunia Basket

Jeremy Lin pensiun

virtualteam.my.id – Jeremy Lin, ikon “Linsanity” yang mengguncang dunia basket bersama New York Knicks pada 2012, mengumumkan pensiun dari bola basket profesional pada Minggu, 31 Agustus 2025. Setelah 15 tahun berkarier di Amerika Serikat, Tiongkok, dan Taiwan, pemain berusia 37 tahun ini menutup perjalanan panjangnya yang penuh inspirasi. Jeremy Lin pensiun dengan meninggalkan warisan sebagai salah satu pemain Asia-Amerika paling berpengaruh di NBA. Dari fenomena global hingga gelar juara di Taiwan, kisahnya menjadi bukti kerja keras dan keberanian menantang stereotip. Artikel ini mengulas perjalanan karier Lin, momen ikonik, dan dampaknya bagi basket dunia.

Awal Karier dan Fenomena Linsanity

Jeremy Lin pensiun setelah memulai kariernya sebagai pemain undrafted di NBA pada 2010 bersama Golden State Warriors. Lahir dari keluarga Taiwan-Amerika di San Francisco, Lin tidak mendapatkan beasiswa atletik dan bermain untuk Universitas Harvard, di mana ia tiga kali terpilih sebagai All-Ivy League. Meski tidak direkrut setelah lulus, ia mendapat kesempatan di Warriors, tetapi waktu bermainnya terbatas. “Saya hanya anak yang bermimpi bermain basket,” ujarnya, dikutip dari CNN Indonesia.

Puncak kariernya terjadi pada 2012 bersama New York Knicks. Setelah cedera Iman Shumpert, Lin masuk starting lineup dan menciptakan fenomena “Linsanity”. Dalam 10 pertandingan pertamanya sebagai starter, ia mencatat rata-rata 23,8 poin dan 9,4 asis, memimpin Knicks meraih tujuh kemenangan beruntun. Penampilannya memukau penggemar di Madison Square Garden, seperti dilaporkan ANTARA News. Perjalanan Karier Atlet Lin menjadi inspirasi bagi banyak pemain muda.

Perjuangan di NBA dan Gelar Juara

Setelah Linsanity, Jeremy Lin pensiun dengan pengalaman bermain untuk enam tim NBA, termasuk Houston Rockets dan Toronto Raptors. Meski gagal mempertahankan performa puncaknya di New York, ia tetap meninggalkan jejak dengan rata-rata karier 11,6 poin, 4,3 asis, dan 1,1 steal per gim. Pada 2019, ia memenangkan gelar NBA bersama Raptors, meski perannya terbatas. “Bermain di bawah tekanan besar adalah kehormatan,” katanya, dikutip dari Liputan6.

Lin menghadapi tantangan besar di NBA, termasuk stereotip terhadap pemain Asia-Amerika. Namun, ia terus berjuang, membuktikan bahwa kerja keras bisa mengatasi batasan. Ia juga menjadi panutan bagi komunitas Asia-Amerika, sebagaimana diulas dalam Pentingnya Representasi dalam Olahraga. “Saya ingin menantang apa yang dunia pikir mungkin bagi seseorang seperti saya,” ujarnya.

Karier Internasional di Tiongkok dan Taiwan

Setelah meninggalkan NBA pada 2019, Jeremy Lin pensiun dari panggung internasional dengan prestasi gemilang. Ia bermain di Asosiasi Bola Basket Tiongkok (CBA) sebelum bergabung dengan Santa Cruz Warriors di G League pada 2020-2021, berusaha kembali ke NBA. Meski gagal, ia melanjutkan karier di CBA dan kemudian pindah ke Taiwan pada 2023, bergabung dengan New Taipei Kings. Di sana, ia meraih gelar juara berturut-turut pada 2024 dan 2025 di P.LEAGUE+ dan Liga Bola Basket Profesional Taiwan (TPBL).

Pada Juni 2025, Lin dinobatkan sebagai MVP musim reguler TPBL dan MVP Final, dengan rata-rata 22,4 poin, 6 asis, dan 1,9 steal per gim. “Bermain di Taiwan terasa seperti pulang,” katanya, seperti dilaporkan VOI. Keberhasilannya di Asia memperkuat warisannya sebagai Ikon Basket Global.

Pengumuman Pensiun dan Refleksi

Jeremy Lin pensiun dengan pengumuman emosional melalui media sosial dwibahasa. “Mengucapkan selamat tinggal kepada basket adalah keputusan tersulit,” tulisnya. Ia menyebut kariernya sebagai “kehormatan seumur hidup”, terutama karena bisa menantang stereotip sebagai pemain Asia-Amerika pertama keturunan Tionghoa atau Taiwan di NBA. “Saya hidup sepenuhnya setiap kali menyentuh bola basket,” ujarnya, dikutip dari Detik.

Lin berterima kasih kepada penggemar yang mendukungnya melalui suka dan duka. Ia juga menyoroti peran penggemar di seluruh dunia, dari New York hingga Taiwan, yang merayakan setiap momen bersamanya. “Terima kasih karena percaya pada saya,” tambahnya. Refleksi ini mencerminkan dampaknya pada Komunitas Basket Dunia, sebagaimana diulas oleh KabarBaik.

Warisan dan Inspirasi Jeremy Lin

Jeremy Lin pensiun dengan meninggalkan warisan yang jauh melampaui statistik. Fenomena Linsanity tidak hanya mengubah persepsi tentang pemain Asia-Amerika, tetapi juga menginspirasi jutaan penggemar. “Lin membuktikan bahwa impian besar bisa tercapai, terlepas dari latar belakang,” ujar analis basket, John Chen, dalam laporan CNN Indonesia. Perjuangannya melawan stereotip dan kerja kerasnya di lapangan menjadi teladan bagi atlet muda.

Di Taiwan, Lin menjadi simbol kebanggaan budaya. Gelar MVP dan kejuaraan bersama New Taipei Kings memperkuat ikatannya dengan komunitas Taiwan-Amerika. Ia juga aktif dalam kegiatan amal, mendukung pendidikan dan olahraga untuk anak-anak kurang mampu. Dampak Sosial Atlet seperti Lin menunjukkan bahwa basket lebih dari sekadar permainan.

Masa Depan dan Dampak Linsanity

Meski Jeremy Lin pensiun, pengaruhnya akan terus terasa. Ia berencana tetap terlibat dalam basket melalui pembinaan dan inisiatif amal. “Saya ingin membantu generasi berikutnya,” katanya. Linsanity tetap menjadi momen bersejarah dalam sejarah NBA, menginspirasi film dokumenter dan buku. “Lin mengubah cara dunia memandang basket,” ujar pengamat olahraga, Sarah Lee, dalam VOI.

Ke depan, warisan Lin diharapkan mendorong lebih banyak pemain Asia untuk menembus NBA. Dengan dedikasinya, ia membuka jalan bagi representasi yang lebih inklusif di olahraga. Oleh karena itu, kisah Jeremy Lin akan terus menjadi inspirasi bagi Generasi Atlet Muda, baik di Amerika maupun di seluruh dunia.