virtualteam.my.id – Kesenjangan ekonomi di Indonesia semakin terlihat dari tren simpanan perbankan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan bahwa simpanan kaya tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan simpanan kelompok menengah-bawah. Sementara nasabah kaya dengan dana di atas Rp5 miliar mencatat pertumbuhan signifikan, masyarakat kelas bawah cenderung “makan tabungan” untuk memenuhi kebutuhan. Artikel ini mengulas dinamika pertumbuhan simpanan, fenomena “mantab” selama libur sekolah 2025, dan kebijakan terbaru LPS terkait bunga penjaminan.
Simpanan Kaya Tumbuh Pesat
Data LPS per Juli 2025 menunjukkan simpanan kaya tumbuh sebesar 9,45% secara tahunan (year on year/YoY) untuk dana di atas Rp5 miliar, jauh melampaui simpanan di bawah Rp100 juta yang hanya naik 4,76% YoY. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa pertumbuhan simpanan kelas atas didorong oleh dana perusahaan yang belum digunakan untuk ekspansi bisnis. “Nasabah kaya tampaknya masih menahan dana, menunggu waktu yang tepat untuk berinvestasi,” ujar Purbaya pada konferensi pers di Jakarta, 26 Agustus 2025.
Meski demikian, simpanan kelompok menengah-bawah menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Setelah turun ke 3,75% YoY pada Mei 2025, pertumbuhan simpanan di bawah Rp100 juta naik menjadi 4,89% YoY pada Juni. Untuk itu, LPS optimis bahwa perbaikan ekonomi akan terus mendorong pertumbuhan simpanan kelompok ini.
Fenomena “Makan Tabungan” di Kalangan Kelas Bawah
Selama libur sekolah 2025, aktivitas belanja masyarakat meningkat, tetapi banyak yang mengandalkan tabungan untuk konsumsi. Menurut laporan Mandiri Spending Index, belanja pada periode Juni hingga Juli 2025 tumbuh 9%, lebih rendah dibandingkan 11% pada 2024. Indeks belanja mencapai 119,6 pada pekan keempat libur sekolah, namun indeks tabungan turun ke 96,6, menunjukkan fenomena “mantab” (makan tabungan). Hal ini berbeda dengan 2024, ketika indeks belanja mencapai 121,7 dan indeks tabungan tetap stabil di 100,1.
Penurunan daya beli menjadi penyebab utama masyarakat kelas bawah menggunakan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, tren ini mencerminkan tantangan ekonomi yang dihadapi kelompok menengah-bawah di tengah tekanan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Penurunan Bunga Penjaminan LPS
Untuk menjaga stabilitas perbankan, LPS menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah sebesar 25 basis poin. Mulai Oktober 2025, bunga penjaminan untuk bank umum menjadi 3,75% dan 6,25% untuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR), sementara bunga untuk simpanan valuta asing tetap 2,25%. Purbaya menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan sinyal pelonggaran moneter global, termasuk potensi penurunan suku bunga acuan oleh Federal Reserve pada September 2025.
“Kami terus memantau kebijakan Bank Indonesia dan kondisi likuiditas perbankan. Ada peluang bunga penjaminan turun hingga 3,5%, seperti saat pandemi,” kata Purbaya. Kebijakan ini diharapkan mendukung stabilitas keuangan sambil mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Strategi Mengatasi Kesenjangan Simpanan
Kesenjangan antara simpanan kaya tumbuh dan simpanan kelas bawah yang stagnan memerlukan perhatian serius. Pemerintah dan perbankan dapat mendorong literasi keuangan untuk membantu masyarakat kelas bawah mengelola tabungan dengan lebih baik. Selain itu, stimulus ekonomi seperti bantuan langsung tunai (BLT) dapat meningkatkan daya beli dan mengurangi ketergantungan pada tabungan. Untuk nasabah kaya, insentif investasi dapat mendorong ekspansi bisnis, sehingga dana yang ditahan di bank dapat menggerakkan perekonomian.
Dengan demikian, kolaborasi antara LPS, Bank Indonesia, dan pelaku ekonomi lainnya menjadi kunci untuk menciptakan pertumbuhan simpanan yang lebih merata di semua lapisan masyarakat.
Penutup
Tren simpanan kaya tumbuh sebesar 9,45% YoY menunjukkan ketimpangan ekonomi dibandingkan simpanan kelas bawah yang hanya naik 4,76% YoY. Fenomena “mantab” selama libur sekolah 2025 memperlihatkan tekanan ekonomi pada masyarakat menengah-bawah, sementara kebijakan penurunan bunga penjaminan LPS mencerminkan upaya menjaga stabilitas keuangan. Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan strategi yang mendukung daya beli masyarakat dan mendorong investasi dari nasabah kaya. Mari dukung upaya kolektif untuk ekonomi yang lebih inklusif!